ZOOLOGI INVERTEBRATA
Kelas
Telosporea
(Ordo
Coccidia, ex: Eimeria sp)
Dosen Pengampu: Tutik Fitri Wijayanti, M. Si
Di susun Oleh:
Nurul Mursidah
(14222125)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
ILMU
TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) RADEN
FATAH
PALEMBANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Protista merupakan organisme eukariotik uniseluler yang hidup soliter
atau berkoloni. Protista dapat digolongkan menjadi protista mirip hewan
(protozoa), protista mirip tumbuhan (alga) dan protista mirip jamur (jamur
lendir/slame mold). Bentuk tubuh suatu organisme pada golongan protista amatlah beragam (Brotowidjoyo, 1995).
Protozoa yang dapat bergerak secara amoeboid dikelompokkan dalam Sarcodina, yang bergerak dengan flagella
dimasukkan kedalam Mastigophora, yang bergerak dengan silia dikelompokkan kedalam Ciliophora, dan yang tidak dapat
bergerak serta merupakan parasit pada hewan maupun pada manusia dikelompokkan kedalam Sporozoa (Rusyana, 2011).
Sporozoa adalah hewan berspora, tidak mempunyai alat gerak, bergerak
dengan mengubah kedudukan tubuhnya. Hampir semua spesies ini bersifat parasit.
Reproduksi dengan dua cara yaitu adalah vegetatif (schizogoni yaitu pembelahan diri berlangsung dalam tubuh inang dan sporogoni yaitu membuat spora yang
berlangsung dalam tubuh inang perantara) dan generatif (melalui peleburan yang
terjadi pada tubuh nyamuk) (Lumowa, 2014).
Para Sporozoa adalah suatu kelas yang sangat besar dan beragam dengan setidaknya terdapat empat subclass dan ribuan
spesies. Mereka menyebabkan penyakit pada berbagai macam binatang dari cacing
tanah dan tikus untuk ulat sutra (penyakit disebut pebrine) dan ikan (Levine, 1995).
Telosporea (filum Protozoa, subpyhlum Sporozoa)
sebuah kelas protozoa parasit, yang sebagian besar hidup di dalam sel-sel tuan
rumah mereka. Mereka mungkin motil dengan meregangkan tubuh sel atau dengan
meluncur. Beberapa dapat menyelesaikan siklus hidupnya dalam sebuah host
lainnya yang memerlukan lebih dari satu spesies inang. Pada kelas Tolesporea
terdapat beberapa ordo yang salah satunya yaitu adalah ordo Coccidia. Coccidia adalah parasit
bersel satu, pembentuk spora dan mikroskopik yang masuk kedalam filum Apicomplexa dan kelas Sporozoa atau Telosporea (Levine, 1995).
Pada kelas
sporozoa (Telosporea) terdapat beberapa ordo, salah satunya adalah ordo
Coccidia contoh spesiesnya adalah Eimeria
sp. oleh sebab itu pada makalah ini akan membahas spesies pada Eimeria sp. salah satu contoh dari ordo
Coccidia yang termasuk dalam kelas Sporozoa (Telosporea).
B.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui tentang
kelas dari Telosporea (Sporozoa)?
2.
Mengetahui
pengertian Ordo Coccidia?
3.
Mengetahui spesies
dari Eimeria sp.?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kelas Telosporea (Sporozoa)
Kata Sporozoa berasal dari bahasa Yunani yang terdiri
dari kata (spore yang artinya biji)
dan (zoa yang artinya hewan) adalah
kelompok protista uniseluler atau bersel satu yang pada salah satu tahapan
dalam siklus hidupnya dapat membentuk sejenis spora. Sporozoa hidup sebagai
parasit pada tubuh hewan dan menusia. Siklus hidup Sporozoa agak kompleks karena
melibatkan lebih dari satu inang. Dalam siklus hidupnya, Sporozoa membentuk
spora dalam tubuh inang. Selain itu, pada siklus hidup juga terjadi sporulasi,
yaitu pembelahan setiap inti sel secara berulang-ulang sehingga dihasilkkan
banyak inti yang asing-masing dikelilingi oleh sitoplasma dan terbentuklah
individu baru (Lumowa, 2014).
Parasit
yang termasuk kelas sporozoa ini berkembang biak bergantian secara seksual dan aseksual. Perkembangbiakan ini dapat
terjadi dalam satu hospes yang ditemukan pada Coccidia, sedang pada Haeosporidia di
perlukan dua macam hospes yang berlainan jenis. Perkembangbiakan secara
aseksual disebut Schizogoni dan berkembangbiakan secara seksual disebut
Sporogoni (Brotowidjoyo, 1995).
Telosporea (filum Protozoa,
subpyhlum Sporozoa) sebuah kelas protozoa parasit, yang sebagian besar hidup di
dalam sel-sel tuan rumah mereka. Mereka mungkin motil dengan meregangkan tubuh
sel atau dengan meluncur. Beberapa dapat menyelesaikan siklus hidupnya dalam
sebuah host lainnya yang memerlukan lebih dari satu spesies inang (Levine, 1995).
B.
Ordo Coccidia
Coccidia adalah parasit
bersel satu, pembentuk spora dan mikroskopik yang masuk kedalam filum Apicomplexa dan kelas Sporozoa (Telosporea). Parasit
Coccidia menginfeksi usus hewan, dan merupakan grup protozoa Apicomplexa terbesar.
Coccidia adalah parasit intraselular
obligat, yang berarti mereka harus tinggal dan bereproduksi pada sel hewan (Levine, 1995).
C.
Eimeria
sp.
Eimeria sp. adalah
suatu protozoa yang sering menginfeksi unggas dan berbagai jenis burung yang
bermultiplikasi pada saluran pencernaan dan dapat menyebabkan kerusakan
jaringan sehingga dapat menyebabkan ganguan pada pencernaan dan penyerapan
tubuh manusia (Rahmeto dkk, 2008).
Gambar 1.
Profil Eimeria sp. dengan menggunakan
mikroskop elektron
(Sumber: Rahmeto dkk, 2008).
Eimeria
sp. adalah genus parasit aplicomplexa
yang termasuk berbagai spesies
yang menyebapkan penyakit koksidiosis pada
unggas. Nama genus ini diambil dari ahli zoologi Jerman Theodor Eimer. Ookista Eimeria
steidai pertama kali dilihat oleh Antoni
van Leeuwenhoek di dalam empedu kelinci pada tahun 1674 (Yakhchali dan Zareei, 2008).
Klasifikasi Eimeria sp.
Kingdom : Animalia
Filum :
Apicomplexa
Class :
Sporozoa/Telosporea
Ordo :
Coccidia
Famili :
Eimeridae
Genus : Eimeria
Spesies :
Eimeria sp
1. Morfologi Eimeria
Secara umum ookista berbentuk bulat, ovoid atau
elips. Panjang ookista berkisar dari 16-29 mikron dan lebarnya sekitar 6-25
mikron. Dalam satu ookista terdapat 4 sporokista dan satu sporokista dapat
melepaskan 2 sprozoit. Bila mengalami ekskistasi satu ookista menghasilkan 8
sporozoit infektif (Rahmeto dkk, 2008).
Gambar 2.
Morfologi Eimeria sp.
(Sumber: Rahmeto dkk, 2008).
Morfologi Eimeria dapat
diidentifikasi berdasarkan bentuk dan ukuran ookista. Bentuk ookista yang
paling umum adalah bulat, bulat telur (ovoid) dan silinder. Ookista
memiliki dinding transparan berfungsi melindungi kelangsungan hidup ookista di alam.
Beberapa spesies memiliki pori kecil yang terbuka di salah satu ujung ookista
yang disebut mikrofil (topi). Ookista dapat dibedakan menjadi ada 2 tipe yaitu pada ookista belum
bersporulasi dan ookista sudah bersporulasi. Ookista belum besporulasi memiliki
sel tunggal yaitu sporon. Sedangkan pada
ookista yang sudah bersporulasi yang memiliki empat
sporokista, masing-masing berisi dua sporozoit (Yakhchali dan Zareei, 2008).
Gambar 3.
Sporozoit Eimeria sp.
(Sumber: Yakhchali dan Zareei, 2008).
2. Siklus Hidup Eimeria sp.
Infeksi koksidiosis sendiri berawal dari tertelannya
ookista (semacam telur) Eimeria yang telah mengalami sporulasi
(menghasilkan spora). Pada Ookista ini dapat ditularkan secara mekanik yaitu melalui
anak kandang, peralatan kandang, ransum, air minum atau litter yang
tercemar. Pada siklus hidup dari Eimeria secara umum yang terdiri dari
dua tahap, yaitu tahap eksogenous dan endogenous (Rahmeto
dkk, 2008).
Gambar 4. Gambaran Umum Siklus Hidup
Eimeria sp.
(Sumber: Rahmeto dkk, 2008).
a)
Tahap eksogenous (di luar tubuh ayam)
Ayam yang sebelumnya terinfeksi koksidiosis mengeluarkan
ookista ke lingkungan luar bersama-sama feses. Ookista yang keluar, kemudian
bersporulasi menghasilkan sporozoit dan berubah bentuk menjadi infektif (mampu
menginfeksi). Lamanya waktu ookista bersporulasi berbeda-beda antar spesies Eimeria. Di lingkungan, ookista sporulasi
mampu bertahan sekitar 48 jam pada suhu 25º-28ºC atau lebih lama tergantung
dari kondisi suhu, kelembaban dan ketersediaan oksigen dalam kandang. Jika suhu
di dalam kandang rendah dan kelembabannya tinggi, atau kondisi litter
sangat lembab, maka pada ookista yang telah bersporulasi kemudian dapat
bertahan di lingkungan luar hingga berbulan-bulan (Yakhchali dan Zareei,
2008).
b)
Tahap endogenous (di dalam tubuh ayam)
Tahap ini dimulai ketika ookista sporulasi tidak sengaja
tertelan dan kemudian masuk ke dalam tubuh ayam. Ransum dan air minum yang
terkontaminasi ookista dalam feses bisa menjadi medianya. Di dalam laryng
(batang tenggorokan), dinding terluar dari ookista sporulasi akan pecah
mengeluarkan sporokista. Sporokista yang berhasil mencapai usus halus atau
sekum, akan pecah oleh kerja enzim tripsin dan garam empedu hingga keluarlah
sporozoit infektif (Rahmeto dkk, 2008).
Selanjutnya sporozoit akan mulai menembus sel-sel epitel
usus halus atau sekum dan berkembang menjadi schizonts berisi merozoit. Ketika
matang, schizont akan pecah dan melepaskan merozoit ke dalam lumen usus. Dalam
satu schizont bisa berisi ratusan merozoit. Merozoit inilah yang akan membelah
dan memperbanyak diri (reproduksi aseksual) serta menembus pada sel usus
lainnya secara terus-menerus (siklik). Karena pembelahan diri ini bersifat
siklik, maka sejumlah besar sel usus akan dihancurkan. Kondisi perdarahan usus
yang biasa ditemukan pada kasus koksidiosis merupakan akibat dari aktivitas
merozoit ini (Rahmeto dkk, 2008).
Setelah cukup banyak melakukan pembelahan diri, pada tahap
akhir akan dihasilkan gamet jantan dan betina. Setelah cukup matang, sepasang
gamet jantan dan betina ini akan melakukan reproduksi seksual hingga
menghasilkan zigot. Selanjutnya, zigot akan dibungkus dengan lapisan dinding
pelindung dan terbentuklah ookista. Ookista kemudian keluar dari sel epitel
usus dan pada akhirnya dikeluarkan bersama-sama dengan feses ke lingkungan luar
(Rahmeto dkk, 2008).
Demikianlah siklus Eimeria sp. Lamanya satu siklus
hidup Eimeria berlangsung di dalam tubuh ayam berbeda-beda tergantung
spesiesnya, namun umumnya berlangsung selama 7 hari. Pendarahan di usus halus
atau sekum biasanya mulai terlihat pada hari ke-4 pasca infeksi. Pada hari ke-5
hingga 6 pendarahan akan terlihat lebih banyak dan biasanya akan disusul dengan
kematian. Jika pada hari ke-5 sampai 6 ayam tidak mengalami kematian, maka hari
ke-8 atau 9 akan memasuki masa penyembuhan. Meski sembuh, suatu saat ayam bisa
terserang koksidiosis kembali (Levine, 1995).
Dari seluruh bahasan mengenai siklus hidup pada Eimeria
ini, bisa kita simpulkan bahwa hanya dengan memakan satu ookista, pada beberapa
hari kemudian ribuan ookista baru dikeluarkan ke lingkungan. Bisa dibayangkan,
jika kondisi litter lembab, maka ookista akan bertahan hidup dan
akhirnya menyebar serta mampu menginfeksi banyak ayam lain dengan sangat cepat.
Dan bukan tidak mungkin koksidiosis akan menyerang peternakan dari tahun ke
tahun.
3. Etiologi Eimeria
Berak darah atau sering disebut dengan koksidiosis
disebabkan oleh protozoa dari genus Eimeria.
Secara garis besar lokasi koksidosis pada ayam di bedakan menjadi 2 bagian
yaitu pada usus halus dan pada sekum. Parasit in biasa menyerang ayam muda yang
masih peka, dan ayam dewasa lebih peka dan menjadi carrier (Levine, 1995).
4. Patogenesis Eimeria
Infeksi terjadi dengan di temukannya oositas yang
telah bersporulasi untuk terjadinya sporolasi ini di perlukan tempat yang
cocok, O2 yang cukup. Sporozoit berkembang menjadi stadium seksual
yaitu makrogamet dan mikrogamet. Fetilasi akan menghasilkan zygot yang akan
berkembang menjadi oositas dan di keluarkan bersama feses (Brotowidjoyo, 1995).
Infeksi terjadi setelah hewan tertelan
ookista infektif. Sampai sejauh ini hanya ookista yang bersporulasi saja yang
infektif dan bila inang yang peka menelan ookista bersporulasi dalam jumlah yang banyak maka akan
menimbulkan gejala klinis. Kehebatan gejala klinis yang timbul tergantung dari
jumlah ookista yang tertelan, jika ookista yang tertelan banyak maka gejala
klinis yang ditimbulkan
akan makin hebat. Ada
atau tidaknya gejala klinis tergantung keseimbangan antara imunitas dengan
dosis infeksi. Gejala penyakit ini dapat muncul dalam berbagai situasi disaat
keseimbangan (imunitas dan dosis infeksi) gagal terbentuk akibat kondisi yang
antara lain dipengaruhi oleh cuaca, pakan yang buruk dan juga stress pada hewan.
Patogenisitas koksidiosis tergantung beberapa faktor yaitu jumlah sel inang
yang rusak, jumlah merozoit dan lokasi parasit di dalam jaringan sel inang (Yakhchali dan Zareei, 2008).
5. Hospes dan Nama penyakit
Hospes parasit ini adalah binatang. Misalnya Eimeria
clupearum hidup dalam hati ikan haring dan Eimeria sardinae terdapat
dalam ikan sardin. Pada manusia kedua parasit ini hanya sebagai passant. Banyak
spesies Eimeria lain yang patogen bagi binatang peliharaan seperti ayam,
burung, kambing, sapi, dan babi. Eimeria perforans terdapat dalam epitel
usus kelinci. Nama penyakitnya yaitu koksidiosis (Rahmeto dkk, 2008).
6. Gejala Klinis Dari Koksidiosis
Gejala
koksidiosis yang parah ditandai dengan diare yang hebat, tinja cair bercampur
mukus dan darah yang berwarna merah sampai kehitaman beserta reruntuhan sel-sel
epitel. Diare ini seringkali mengotori daerah sekitar perianal, kaki belakang
dan pangkal ekor. Pada kondisi diare, hewan terus merejan dan dapat
mengakibatkan prolapsus rektum. Perjalanan klinis penyakit ini bervariasi
antara 4–14 hari. Kejadian
koksidiosis sebagian besar terjadi pada pedet selama musim hujan dimana pedet
sudah terinfeksi dari induk atau saat dipindahkan ke peternakan lain. Gejala
klinis lainnya seperti kehilangan nafsu makan dan berat badan turun, anemia,
anoreksia dan pada umumnya
hewan terlihat kurus. Pengembangan gejala klinisnya itu dapat tergantung dari
beberapa faktor seperti jenis-jenis spesies Eimeria sp., umur
jumlah ookista yang tertelan dan adanya infeksi sekunder, serta sistem tata laksana
peternakan (Levine, 1995).
7. Cara penularan Koksidiosis
Menurut
pendapat Yakhchali dan Zareei (2008),
adapun cara penularan Koksidiosis adalah sebagai berikut:
a)
Siklus hidup dari Eimeria secara langsung yaitu tanpa
melalui hewan lain untuk menularkan penyakit ini.
b)
Ookista yang bersporulasi
merupakan stadium infektif dari siklus hidup penyakit koksidia.
c)
Ookista dapat juga ditularkan
secara mekanik melalui pekerja kandang, peralatan yang tercemar.
d)
Dalam beberapa kasus yang pernah
terjadi dapat disebarkan melalui debu kandang
e)
Berat tidaknya penyakit ini
tergantung dari jumlah protozoa yang termakan
f)
Berdasarkan tingkat keparahannya
penyakit koksidiosis atau berak darah dibagi menjadi 2 yaitu: koksidiosis
klinis (Eimeria tenella dan Eimeria necatrix) dan koksidiosis
subklinis (Eimeria maxima dan Eimeria acervulina).
Gambar 5. Skema penularan Koksidiosis
(Sumber: Yakhchali
dan Zareei, 2008).
8. Diagnosa Koksidiosis
Dengan
pemeriksaan feses akan ditemukan stadium oosista. Spesies Eimeria dapat diidentifikasikan dari ukuran oosistas, bentuk
oosistas, lokasi dalam pencernaan. Pemeriksaan pada kerokan atau mikroskopik
feses atau kerokan usus yang mengalami lesi (skizon: usus tengah patognomonik
untuk Eimeria necatrix sedang pada
sekum: Eimeria tenella). Pembuatan preparat
histologi untuk menemukan berbagai stadium Eimeria
(Levine,
1995).
9. Pecegahan Penyakit Koksidiosis
Menurut pendapat Yakhchali dan Zareei (2008), adapun pencegahan penyakit Koksidiosis adalah sebagai
berikut:
a)
Control dapat ditujukan untuk
pencegahan terhadap koksidiosis dengan koksidiostat dalam pakan karena
pengobatan setelah gejala klinis muncul akan terlambat.
b)
Perbaikan menejemen kandang.
c)
Pemberian vaksin coccidia (baik melalui
pakan maupun air minum).
d)
Membersihkan kandang dan menjaga
sanitasi.
10. Pengobatan Penyakit Koksidiosis
Menurut pendapat Rahmeto dkk (2008), adapun pengobatan penyakit Koksidiosis adalah sebagai
berikut:
a) Berikan vitamin A dan K untuk terapi supportif. Vitamin A
berfungsi mempercepat kesembuhan epitel mukosa usus yang rusak. Sedangkan
vitamin K akan mengurangi pendarahan yang terjadi.
b) Jika memungkinkan, buang feses bercampur darah dari ayam
yang sakit untuk menghindari ayam lain mematuknya. Hal ini karena warna merah
pada feses akan menarik perhatian ayam lain untuk mematuk dan terjadilah proses
penularan penyakit koksidiosis.
c) Lakukan manajemen penanganan litter dengan baik agar
litter kering.
d) Hindari pemeliharaan ayam dengan kepadatan tinggi, maksimal
8 ekor/m2 untuk kandang postal.
e) Saat persiapan kandang, terutama untuk kandang postal,
lakukan pengapuran lantai untuk mengurangi jumlah ookista yang ada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telosporea (filum Protozoa, subpyhlum Sporozoa)
sebuah kelas protozoa parasit, yang sebagian besar hidup di dalam sel-sel tuan
rumah mereka. Coccidia
adalah parasit bersel satu, pembentuk spora dan mikroskopik yang masuk kedalam
filum Apicomplexa dan kelas Sporozoa (Telosporea). Eimeria sp. adalah genus parasit aplicomplexa
yang termasuk berbagai spesies
yang menyebapkan penyakit koksidiosis pada
unggas. Pada siklus
hidup dari Eimeria secara umum yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap eksogenous
dan endogenous atau melalui
reproduksi seksual dan aseksual. Nama penyakit yang disebabkan oleh Eimeria
sp ini adalah koksidiosis.
Gejala koksidiosis yang parah ditandai dengan diare yang hebat, tinja cair
bercampur mukus dan darah yang berwarna merah sampai kehitaman beserta
reruntuhan sel-sel epitel, kehilangan
nafsu makan dan berat badan turun, anemia, anoreksia dan pada umumnya hewan terlihat
kurus. Pencegahan penyakit Koksidiosis adalah perbaikan menejemen kandang, pemberian vaksin coccidia (baik melalui pakan
maupun air minum), dan membersihkan kandang dan menjaga sanitasi. pengobatan penyakit Koksidiosis adalah berikan vitamin A dan K untuk terapi supportif, lakukan
manajemen penanganan litter dengan baik agar litter kering, hindari
pemeliharaan ayam dengan kepadatan tinggi, maksimal 8 ekor/m2 untuk
kandang postal, dan Saat persiapan kandang, terutama untuk kandang postal, lakukan
pengapuran lantai untuk mengurangi jumlah ookista yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Brotowidjoyo. 1995. Zoologi Dasar.
Jakarta: Erlangga
Levine,
Norman D. 1995. Protozoologi Veteriner. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Lumowa,
Sonja V.T. 2014. Zoologi Invertebrata.
Yogyakarta: Kepel Press
Rahmeto
A, Abebe W, Bersissa K. 2008. Epidemiology
of Eimeria infections in calves
in Addis Ababa and Debre Zeit dairy farms, Ethiopia. Intern J Appl Res
Vet Med. [Internet] [diunduh 2017 April
14]; 6:24-30. Tersedia pada:
http://www.jarvm.com/articles/Vol6Iss1/Kumsa%2024-30.pdf.
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. (Teori dan Praktik).
Bandung: Alfabeta
Yakhchali
M dan Zareei M. 2008. A survey of frequency and diversity of Eimeria species in cattle and buffalo in Tabriz region. Iran
Vet J. [Internet] [diunduh 2017 April 14];
4: 94-102. Tersedia pada: http://vri.cz/docs/vetmed/59-6-271.pdf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar